ASSALAMU'ALAYKUM. SILAHKAN SURFING DI BLOG SAYA. SEMOGA BERKENAN! ^_^

Senin, 07 Juni 2010

Kondisi Periklanan di Indonesia

Ketua Umum PPPI Harris Thajeb menargetkan pendapatan industri periklanan tahun 2010 naik 10% sampai 15% dibandingkan realisasi 2009. Yaitu dari angka Rp 56 triliun menjadi Rp 61,6 triliun sampai Rp 64,4 triliun. Hal ini berkaitan dengan tingginya masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di depan televisi. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan sekitar 4.3 jam sehari untuk menonton TV, lebih tinggi dibanding AS yang hanya 4 jam.

Berkaitan dengan hal diatas, Milton Chen, Ph.D., seorang pakar pertelevisian anak-anak di Amerika, memaparkanbanyaknya waktu yang dilewatkan anak-anak Amerika untuk menonton TV. Rata-rata mereka menonton selama 4 jam dalam sehari, 28 jam seminggu, 1.400 jam setahun, atau sekitar 18.000 jam ketika seorang anak lulus sekolah menengah atas. Padahal waktu yang dibutuhkan anak untuk menyelesaikan pendidikan mulai dari TK hingga 3 SMU adalah 13.000 jam. Kesimpulannya adalah bahwa anak meluangkan lebih banyak waktu untuk menonton televisi dibandingkan dengan kegiatan apapun lainnya, kecuali tidur. Penelitian ini sekalipun dilakukan di Amerika, perlulah kita perhatikan. Kenyataan bahwa anak menonton televisi dan film lebih banyak dibanding aktivitas lain yang mereka lakukan tidak hanya terjadi di Amerika, melainkan juga di Indonesia (4,3 jam sehari). Perlu diketahui bahwa, proporsi tayang iklan dalam satu hari siaran di TV mencapai angka 30% bahkan lebih. Jika kita kalkulasi, maka akan didapatkan angka 4.200 jam setahun. Oleh karena itulah, sebagian besar pengamat pertelevisian di Indonesia menjuluki TV sebagai “Guru bertombol di rumah”. Saya pun menyimpulkan bahwa, 30% materi yang disampaikan oleh “Guru Bertombol” itu adalah iklan.

Saat ini, kita dapat melihat secara jelas sekali bahwa sebagian besar iklan di TV mengeksploitasi kaum perempuan. Menggunakan perempuan sebagai barang komoditi yang ditampilkan dalam iklan bukan hal baru. Menjual produk televisi, mobil atau kulkas dengan menggunakan perempuan cantik, ramping, seksi dan berpose dengan gaya sensual seperti iklan untuk produk TV sanken yang menampilkan perempuan muda yang tidur telentang di atas lantai dengan pose “yang anda pun tentu tahu”. Jauh disebelah kanannya ada TV Sanken. Timbul pertanyaan di sini, menjual TV atau seksual?

Berkaitan dengan tata krama beriklan, ada 3 kasus iklan TV lainnya yang bisa kita jadikan contoh. Tiga iklan yang tayang di televisi yaitu iklan Shinyoku "Romy Rafael", iklan So Nice "So Good", dan Iklan Betadine Feminim Hygines "Fakta Bicara" oleh Badan Pengawasan Periklanan, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) diputuskan melanggar Etika Pariwara Indonesia (EPI). Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Periklanan (BPP) PPPI telah disampaikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat.

Untuk iklan TV Shinyoku versi Romy Rafael, pelanggaran EPI yang ditemukan adalah penayangan pernyataan superlatif di dalam iklan tersebut berupa yaitu: "paling terang, paling hemat, dan paling kuat." Pernyataan superlatif di dalam iklan melanggar EPI BAB IIIA No. 1.2.2 yang menyatakan bahwa: " Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti "paling", "nomor satu", "top, atau kata-kata berawalan "ter" dan atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dan otoritas terkait atau sumber yang otentik."

Pada iklan TV So Nice "So Good", pelanggaran EPI terjadi pada pernyataan bahwa mereka yang mengkonsumsi produk yang diiklankan akan tumbuh lebih tinggi daripada yang tidak. Menurut EPI BAB IIIA No. 1.7 menyatakan bahwa: "Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggungjawabkan."

Sedangkan untuk iklan TV Betadine Feminim Hygines "Fakta Bicara", berpotensi melanggar EPI karena ditayangkan di luar klasifkasi jam tayang dewasa. EPI yang dilanggar adalah BAB IIIA No. 4.3.1, yaitu "produk khusus orang dewasa hanya boleh disiarkan mulai pukul 21.30 hingga 05.00 waktu setempat", selain itu juga EPI BAB IIIA No. 2.8.2 yang menjelaskan bahwa: "produk-produk yang bersifat intim harus ditayangkan pada waktu penyiaran yang khusus untuk orang dewasa."

Jika kita meneliti lebih dalam lagi, besar kemungkinan kasus-kasus pelanggaran etika beriklan yang belum diketahui akan terungkap. Namun, semakin banyak dan biasa pelanggaran etika beriklan dilakukan dan hal ini telah dianggap menjadi sesuatu yang biasa. Padahal, terdampak dampak negatif yang begitu besar dibalik semua pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan. Gambar atau visual adalah bagian yang terpenting bagi televisi, sehingga pemilihannya pun tidak pernah lepas dari jeratan etika.

Akhir-akhir ini kita semakin dibuat resah dengan munculnya gambar-gambar vulgar dan brutar di televisi. Seperti konsep tradisional tentang news value yang mengatakan bahwa bad news is a good news. Tiap hari kita disuguhi oleh adegan pemukukan di berita, adegan seks, atau gambar mayat yang tergeletak dengan kondisi sangat mengenaskan. Meskipun pada beberapa bagian gambar-gambar tersebut diblur, namun tayangannya tetap saja membawa imajinasi negatif bagi mereka yang melihat. Praktek media massa inilah disebut utilitarianisme, dimana media massa ini mendasarkan pada pendekatan dimana media menayangkan gambar dan naskah tanpa mempertimbangkan efek bagi obyek maupun masyarakat. Berbeda dengan pendekatan emas (gold) yang lebih mempertimbangkan secara detail tentang efek yang ditimbulkan dari pemberitaan baik bagi subyek berita maupun pembacanya.

Dengan kondisi seperti saat ini, peran Komisi Penyiaran Indonesia semakin diperlukan dan telah menjadi hal vital dalam perkembangan kebudayaan Indonesia kedepannya. Kita tak dapat pungkiri lagi bahwa TV telah menjadi salah satu media yang sangat efektif dalam penyebaran budaya di Indonesia.

Achmad Putra Andhika
Jakarta, 2010

Referensi
http://faizal.student.umm.ac.id/2010/05/04/tata-krama-dan-tata-cara-periklanan-indonesia/
http://teguhimawan.blogspot.com/2010/03/tiga-iklan-tv-melanggar-etika-pariwara.html
http://c3i.sabda.org/mewaspadai_guru_bertombol_tv_0
http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=8:news3&catid=21:artikel&Itemid=313

6 komentar:

Achmad Putra Andhika mengatakan...

Great analysis! ^_^

Yamete mengatakan...

wehwehweh...
baru tau kak ada ginian....

kata pak ustadz, boong itu dosa...
kalo iklan2 gituan, termasuk boong nggak yaa?
hm.....

Achmad Putra Andhika mengatakan...

Kata adik kk juga, bohong itu dosa.

Ya, menurutmu bagaimana kondisi periklanan di Indonesia? Banyak yang jujur?

triana lestari , nananana mengatakan...

first of all, i really appreciate your effort in making such kind an interesting article.

i have heard about this issue before, but it seems fascinating since it related to textbook concept. haha. i mean, i just like in a virtual class discussing a case.

moreover, i think this passage shows a tendency to make reader sure about the bad impact of ad and awareness of the effect of it. some ads seem usual but actually it collides with law. I have never thought (or i just dont care??)that the betadine ad break the law, hwever it did! hahaha. is it really is not appropriate to be seen by children ?? ahahaha

but , overall, i like this article.
you offered the fact and supporting data. that's good!

triana lestari , nananana mengatakan...

ralat : is it really is not appropriate to be seen by children ??

revised : is it really not appropriate to be seen by children ??

Achmad Putra Andhika mengatakan...

Ok, thanks to your opinions Triana Lestari.

I hope, we always care with our environmental.