ASSALAMU'ALAYKUM. SILAHKAN SURFING DI BLOG SAYA. SEMOGA BERKENAN! ^_^

Minggu, 05 September 2010

Lanjut 2: Memandang dari sudut yang mungkin benar versi: ACHMAD PUTRA ANDHIKA ^_^

Bismillah

Ya Allah, selamatkan aku, dan benarkan apa yang keluar dari diriku.[i]

Benar, Indonesia adalah surga dunia! Berbagai macam kebutuhan sumber daya alam tersedia disini. Tak hanya itu, sumber daya manusia yang melimpah pun dapat disediakan di Indonesia. Satu lagi, kekayaan-kekayaan melimpah di Indonesia tersebut juga menciptakan kekayaan lainnya, orang yang tamak atau kita sebut saja si pembuat masalah.

Memang sudah menjadi fitrahnya di setiap sisi kehidupan selalu saja ada pembuat masalah. Dari sekian banyak pembuat masalah di Indonesia, yang lebih sering disorot adalah orang-orang yang memiliki wewenang besar dalam mengatur jalannya kehidupan negara, sebut saja Pemerintah. Semakin besar cakupan otoritas yang dipegang, semakin besar pula kebaikan ataupun kejelekan yang bisa ditimbulkan. Pemerintah tidak selalu membuat jumlah hal-hal negative lebih banyak dari yang positif, hanya saja setiap kepemimpinan baru (periode baru) diberikan bonus PR permasalahn dari kepemimpinan (periode) sebelumnya. Alangkah baiknya jika hal itu bisa diselesaikan, namun ternyata tidak semudah yang dikira. Seperti benih ikan air tawar yang diminta dikelola oleh si peternak sapi. Selalu butuh waktu untuk menyesuaikan diri dengan hal-hal baru. Alhamdulillah, kita paham bahwa yang memerintah adalah kumpulan manusia yang fitrahnya tidak luput dari kebodohan dan kesalahan. Tapi, penduduk yang dipimpinpun merupakan sekumpulan manusia yang juga tidak luput dari kebodohan dan kesalahan. Sudah fitrahnya juga manusia tidak ingin dirugikan, oleh karena itulah selalu timbul tuntutann agar setiap permasalahan segera diselesaikan. Diselesaikan oleh siapa? Ya, siapa saja yang penting pemerintah. (Mungkin sebagian penduduk Indonesia bisa berpikir seperti itu. Tak tahu siapa yang harus menyelesaikan masalah. Hanya menuntut tak tahu arah)

Dengan kebebasan yang ada di Indonesia sejak reformasi terjadi, banyak sekali para sukarelawan yang menawarkan berbagai macam solusi-solusi atas permasalahan yang diciptakan pemerintah. Mulai dari forum, seminar, lokakarya, atau apapun itu, satu hal yang jelas, mereka ingin berkontribusi untuk menyelesaikan berbagai masalah pelik di Indonesia. Awalnya, setiap kebijakan yang dianggap merugikan sukarelawan tanggapi dengan kritikan dan penolakan. Namun, karena pemerintah tetap gigih dengan kebijakannya, kritik dan penolakan pun tak dihiraukan. Setelah kebijakan itu berjalan, timbullah masalah. Dengan lapang dada, beberapa anak bangsa (sukarelawan) menawarkan berbagai macam solusi atas permasalahan yang ditimbulkan. Ya, media massa pun mulai aktif mengumpulkan berbagai macam informasi mengenai masalah terkait. Akhirnya, permasalahan tersebut mampu dijangkau oleh masyarakat di pelosok Indonesia, istilahnya Booming. 200 jutaan manusia mengetahuinya, dan 200 jutaan pula pemikiran yang muncul (Tak tahu yang berpendapat berapa saja usianya, paham atau tidak ). MasyaAllah, Sebuah potensi yang luar biasa sekali. (jika dimanfaatkan)

Sekali lagi, diterima atau tidaknya pendapat sukarelawan-sukarelawan ahli tersebut bukanlah hal besar jika ada saluran aspirasi yang benar. Tapi, bagaimana kondisinya saat ini? Saat ini yang sering kita lihat kan, mereka (sukarelawan) memberikan tanggapan di media-media massa. Pendengarnya pun jangkauannya se-Indonesia. Tapi, apa iya dengan jangkauan seluas itu semua benar-benar dapat mendengarnya dengan benar? Khususnya lagi, apa kita sudah pastikan pihak pemerintah yang dibicarakan disini memiliki Televisi, suka membaca Koran, bisa internetan, atau minimal bisa baca tulis dengan baik dan benar? Atau, hal yang paling penting adalah apakah mereka (pemerintah) sadar bahwa masalah-masalah yang ditanggapi di berbagai media massa tersebut adalah sebuah masalah (bagi Indonesia.)? (Kalau bagi mereka, ya tidak tahu)

Cukuplah
……………….

Sekarang kita lihat orang-orang baik yang telah bersedia menawarkan diri untuk memberikan kritik, saran, maupun lainnya atas setiap kebijakan pemerintah yang merugikan (baik yang sudah merugikan Indonesia >60 tahun ataupun yang baru berusia 1 minggu). Tak salah jika kita berterimakasih kepada mereka yang meluangkan waktu untuk menanggapi permasalahan pemerintah (bangsa Indonesia). Berkat mereka, wawasan kita pun bertambah, insyaAllah. Usaha keras media massa untuk menyiarkannya pun sepatutnya pulalah kita hargai. Tapi dibalik itu semua, satu hal yang sebenarnya harus ditanyakan pada diri sendiri, “apakah saya harus mendengar perkataannya?” atau bahasa lainnya “Apakah informasi ataupun saran yang diberikan merupakan saran yang benar? Apakah memang seperti itu permasalahannya? Benarkah?”, ya mungkin pendengar harus (belajar) menyeleksi.

Semua kritik dan saran hanya tepat sasaran apabila permasalahan yang dibahas memang benar kondisinya. Terlalu riskan jika kita mendengar dari orang yang mengira-ngira kondisi permasalahan yang terjadi. Sebisa mungkin, kita berusaha agar niat baik tetap menjadi baik hingga akhirnya.

Sekarang bagaimana jika pemerintah (bagaimana jika diasumsikan beberapa menteri pada posisi tertentu) yang dibicarakan disini melihat siaran media massa ataupun membaca Koran yang beredar mengenai permasalahan yang ada. Anggap saja kita punya masalah mengenai Freeport, Malaysia, Kebebasan pers, atau system pendidikan. Dengan seksama, mereka membaca ataupun mendengar media yang sedang ada dihadapannya. Dan pada akhirnya, mereka bersedih dan bergumam “Sahabatku, terimakasih karena telah mengritik kami. Kami senang mendengarnya. Saran yang kalian sampaikan pun sangat menarik dan patut dicoba. Tapi, bagaimana bisa kami mencobanya jika kondisi yang kalian bicarakan sebenarnya tidaklah seperti itu. Banyak kondisi yang kalian tidak tahu tapi kalian berani berasumsi tanpa menyebutkannya kepada pembaca/pendengar bahwa kalian berasumsi. Bukankah itu berbahaya? Banyak lagi kondisi yang kalian lupa bahas karena permasalahan ini terkait dengan hal lainnya. T_T”. ya, mungkin ada yang bergumam dalam hati begitu. Mungkin. ^_^

Jika ini benar, apa pendapatmu? ^_^

Bagaimana jika sekarang kita membahas mengenai sebuah kepemerintahan yang bersistemkan (salah satunya) transparansi? Atau jika sudah pernah dibahas (tentunya), sejauh mana hal itu dilakukan hingga sekarang? Oya, apa batasan transparansinya? Hmm… Dalam menyusun suatu hal usahakan agar berpegang teguh pada firman Allah, diantaranya:

“Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaff 1-4)

Terakhir, apa peran kita dalam pencapaian hal ini? Sudah tepatkah sasaran kita?


Wallahua’lam

Bersambung…

[i] Perkataan Ibn al-Musayyab, tokoh senior tabi'in, ketika dia hendak memberikan fatwa

1 komentar:

Siswanto mengatakan...

terima kasih info-info bukunya bro...