ASSALAMU'ALAYKUM. SILAHKAN SURFING DI BLOG SAYA. SEMOGA BERKENAN! ^_^

Senin, 17 Januari 2011

ANTARA SI AMBISIUS DAN SI YAKIN

Dalam prakteknya, perbedaan antara ambisius dan keyakinan sangatlah tipis. Keduanya menampilkan hal yang hamper serupa seperti semangat bekerja, mengejar target-target dengan antusias, menyampaikan sesuatu tanpa ragu, dan bahkan melakukan pengorbanan yang terhitung besar. Namun dibalik itu, rasa ambisius dan keyakinan yang dimiliki manusia merupakan sesuatu yang jauh sekali berbeda. Perbedaan paling utama terletak dari value yang dipegang.

Seorang yang ambisius akan melakukan segala hal demi mencapai tujuan yang ia tetapkan. Ia tidak peduli berapa besar kerugian yang ia timbulkan bagi diri sendiri dan orang lain. Ia tidak peduli seberapa benar data ataupun fakta yang ia peroleh. Ia tidak peduli apakah hal itu akan saling memberikan manfaat atau tidak. Dan bahkan, ia tidak peduli apakah perbuatan tersebut tergolong dosa atau tidak.

Berbeda dengan orang yang ambisius, orang yang yakin akan melakukan segala hal asalkan sesuai dengan value yang ia pegang. Value yang dimaksud seperti semacam nilai yang membimbing hati kita untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan salah. Ia akan mengejar target-target yang ditetapkan tanpa mengurangi rasa keyakinan bahwa Allah SWT lah yang mengendalikan semua hal di muka bumi.

Hmm…

Saat ini begitu banyak hal rancu yang menjadikan kita tidak mengetahui secara jelas siapa itu si ambisius dan siapa itu si yakin. Semua itu terjadi karena hal-hal yang salah sudah menjadi sesuatu yang lazim dan membudaya pada diri sebagian manusia atau masyarakat. Nau’dzubillah. Selalulah berdoa agar yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil.

Banyak hal yang bisa dijadikan contoh, misalkan petugas survey (atau lainnya). Seperti kita ketahui, banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh dan olah dengan adanya data yang mereka kumpulkan. Berbagai pengukuran bisa dikembangkan asalkan data itu valid and reliable. Untuk memperoleh data yang valid and reliable, harus diperoleh dengan cara yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan, dipertanggungjawabkan kepada manusia dan tentunya Allah SWT. Bisa dibayangkan, jika data yang kita gunakan merupakan data palsu akibat si petugas survey melakukan kebohongan saat berada dilapangan. Kebohongan yang mungkin berdalih atas banyak hal seperti dikejar waktu, repot, banyak tugas lainnya, responden susah ditemukan, dituntut sama pimpinan setiap hari, dan lain sebagainya. Padahal, data yang kita berikan besar kemungkinan akan dijadikan bahan referensi oleh orang lain dan itu artinya, ia akan menjadi ilmu yang turun temurun hingga dilakukan survey selanjutnya. Luar biasa sekali, dimana sebagian orang menginginkan menyampaikan ilmu yang bermanfaat (benar) sebagai bentuk amal jariyahnya, ternyata ada orang yang menyampaikan ilmu yang tidak benar dan itu digunakan oleh banyak orang.

Astaghfirullah…

Sekali lagi, situasi saat ini memang menuntut kita untuk selalu memberikan yang terbaik, cepat, dan tepat sasaran. Namun, semua itu menjadi tidak berarti jika kita melakukan pembohongan atas dasar dalih-dalih yang berasal dari kesalahan kita sendiri. Okelah jika ternyata kita mendulang sukses dengan kebohongan itu atau kita mampu menyampaikan bahwa itu bukanlah suatu “kebohongan”, tapi itu tidak akan kekal. Ingatlah, ada masa dimana kita akan dimintai pertanggungjawaban oleh Yang Maha Melihat dan Mengetahui, yang Maha Membalas perbuatan baik dan buruk walaupun sebesar biji dzarrah, Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Mari sama-sama kita hilangkan rasa ambisius yang pada dasarnya adalah sebuah keyakinan yang dipenuhi oleh hawa nafsu negatif sehingga kita menghalalkan segala cara. Mulailah beralih kepada keyakinan bahwa segala hal itu mungkin terjadi atas dasar keyakinan kita terhadap firman-firman yang telah Allah SWT sampaikan melalui Rasulnya. Tidak ada manusia yang terbebas dari kesalahan dan dosa akan menjadi mulia tanpa ridha dari Allah SWT. Dan ridha Allah itu hanya bisa diperoleh oleh orang-orang yang selalu berbuat dan menyampaikan yang benar. Percayalah, segala sesuatu itu mungkin terjadi tanpa perlu kita menghalalkan segala cara. Percayalah, segala sesuatu itu akan terjadi jika itu sudah Allah takdirkan. Sesungguhnya, Allah telah menetapkan segala hal yang akan terjadi tanpa terlewat sedikitpun.

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (Al-Qamar: 49).

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya dan Kami tidak menurunkannya melaikan dengan ukuran (takdir) yang tertentu.” (Al-Hijr: 21).

“Tidak ada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian melaikan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Al-Hadid: 22).

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (At-Taghabun: 11).

“Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.” (Al-Isra’: 13).

“Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakkal.” (At-Taubah: 51).

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Al-An’am: 59).

“Dan kalian tidak akan dapat menghendaki kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (At-Takwir: 29).

“Sesungguhnya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.” (Al-Anbiya’: 101).

“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan tatkala kamu memasuki kebunmu, ‘Sungguh, atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah’.” (Al-Kahfi: 39).

“Dan kami sekali-kali tidak akan mendapatkan petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.” (Al-A’raaf: 43).

Wallahua’lam
Semoga diri ini terbebas dari perbuatan yang sia-sia. Aamiin

"Nothing is impossible"
InsyaAllah, ^_^

0 komentar: