ASSALAMU'ALAYKUM. SILAHKAN SURFING DI BLOG SAYA. SEMOGA BERKENAN! ^_^

Rabu, 02 Maret 2011

Kita Semua Bersaudara

By: Lis Kurniah



Kalimat yang begitu menggugah, kalimat inilah yang menjadi motivasi awalku untuk memantapkan niat dalam mendekatkan diri ke Allah SWT dengan mengkaji lagi agama yang Ia turunkan lewat kekasih pilihan-Nya, Rosulullah Nabi Muhammad SAW, di RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa). Tempat yang pada masa SMA hanya sebagai tempat kongkow-kongkow bersama teman menghabiskan tongseng yang kelezatannya cukup terkenal ditambah dengan segarnya es kelapa muda, membuat kami sering mondar mandir ke sini.

Kalimat itu kudengar pertama kali dari seorang mentor yang mewawancaraiku, Novita Sari yang lebih dekatnya minta dipanggil “Mbak Sari”, senyumnya yang khas menghpaus letihku yang sudah tiga kali keliling masjid hanya untuk mencari sekretariat RISKA. He.. he.. kesan pertama yang memalukan, gara-gara malu bertanya, jadi “cape’ deh…”, lah wong Mbak Sari aja sampai tertawa kecil saat kuceritakan perjuanganku menemukan sekretariat RISKA.

Alhamdulillah, saat pertama menginjakan sekretariat, aku disambut hangat oleh pengurus yang ada di sana. Semuanya sangat ramah, padahal tak satu pun yang aku kenal. Baik wanita maupun prianya, semua memberikan senyum yang sangat hangat. Walau di sini tidak semua wanitanya berjilbab namun nilai Islam sepertinya jadi bagian dari diri mereka. Mbak Eva pengurus yang saat itu bertugas piket langsung memberikan tangan kanannya kepadaku, “hei.. Wa’alaikum salam.., aku Eva, selamat datang di RISKA…” aku pun menyambut jabatan tangannya, “Aku Lis dan ini Evi, kami ingin bergabung di RISKA, bagaimana caranya ya…?”, “Mudah ko’ yang jelas ga’ sesulit ujian di kampus, he.. he.., silahkan duduk dulu.. biar ngobrolnya lebih enak…” candanya mencairkan kegrogianku, baru aja ketemu tapi rasanya seperti sudah kenal lama ,(“kesan pertama yang cukup menggoda…, hus.. kaya’ iklan parfum aja…!!” ) aku bergumam dalam hati.

Mbak Eva menjelaskan panjang lebar tentang RISKA, ga’ semuanya aku bisa ngerti. Namun karena cara menjelaskannya yang asyik, aku enjoy aja mendengarkan, seperti tidak sedang mendengarkan orang yang presentasi, karena beberapa kali dia menyelipkan canda kecil yang kadang ditimpali oleh teman-teman lain, yang kalo ga’ salah seingatku di situ ada Bang Anto, Bang Kadir, Mbak Narti dan mbak Yessi. Setelah selesai, bertanyalah ia padaku, “So.. mbak Lis dan mbak Evi mau ikut yang mana nih…?”, belum aku jawab, mbak Yessi sudah menambahi, “SDTNI aja.. mbak Lis.. baru mau mulai sabtu besok, kalo yang lain sudah kelewat, kan rugi ketinggalan materi yang seru-seru”. Ko aku dipanggil mbak, aku kan baru lulus SMU 2 tahun lalu. Mbak Yesi menjawab, “Di Riska memang panggilan Mbak & Abang jadi panggilan resmi di sini, yang kadang tidak berdasarkan usia, tapi sebagai penghormatan kami”, aku jawab sambil bingung, “Tapi kenapa mbak dan Abang? Bukan biasanya Mbak itu pasangannya Mas?”. Mbak Narti meluruskan, “Itulah keunikan RISKA yang ga’ ditemui dimanapun, kalo di kampus atau di sekolah biasanya kan panggil Kaka’, kalo di sini Mbak & Abang. Ga’ peduli asal daerahnya dari mana, Sunda, Betawi, Padang atau Jawa, tetap aja… yang wanita dipanggil ‘mbak’ dan prianya ‘abang’!” aku masih bingung, “hanya karena alasan keunikan semata?”. Tiba –tiba dari belakang ada yang menambahi, “ada satu alasan lagi Lis, yaitu : KARENA KITA SEMUA BERSAUDARA, Assalamu’alaikum.. kenalkan nama saya Novita Sari, biasa dipanggil dengan Mbak Sari” mbak Eva yang dari tadi sibuk menyiapkan formulir menoleh, “Alhamdulillah ada mbak Sari, Mbak Lis dan Mbak Evi langsung wawancara aja ya dengan mbak Sari”, mbak Sari lebih dulu menjawab, “Boleh, dengan senang hati, jarang-jarang loh bisa mewawancarai saya, sambil senyum manis” aku bingung, “Aku wawancarai mbak Sari…?” mbak Eva tertawa kecil, “Mbak Sari.. mbak Sari.. lihat tuh mbak Lis-nya bingung. Bukan mbak Lis ko’ yang mewawancarai, tapi mbak sari yang mewawancarai mbak Lis dan mbak Evi”. Mbak Sari senyum kecil lagi, “Afwan ya Lis.. mbak Sari becanda…..”, aku balas candanya, “ga papa mbak.. aku malah yang ga’ enak, diwawancarai, serasa jadi selebritis…! He.. he..?” kami semua tertawa kecil. Setelah mbak Eva mengurus masalah administratif, Mbak Sari mengajak aku dan mbak Evi ke teras masjid.

Proses wawancara berjalan lancar, sepanjang wawancara ku lihat senyum hangatnya. Ku jawab semua pertanyaan demi pertanyaan yang ia lontarkan. Sedikitpun ia tidak mengomentari penampilanku yang saat itu masih telanjang kepala, he.. he.. maksudnya belum berhijab. Saat terakhir, dia minta gantian aku yang bertanya. Kutanyakan, “Apa maksud kalimat yang mbak lontarkan tadi, ‘KARENA KITA SEMUA BERSAUDARA’. Bukankah kitak tidak ada hubungan darah, sanak famili atau kerabat. Kenal juga baru hari ini.”.

Sebelum menjawab pertanyaanku, dia membalas dengan senyuman  sambil sedikit mengerutkan dahi, “Baru kali ini ketemu peserta wawancara yang pertanyaannya tidak ada hubungannya dengan RISKA atau departemen yang diikuti. Tapi ga’ papa, insya Allah saya jawab. Lis coba buka Surat Ali Imran (3) : 103, bisa baca Al Qur’an kan.. baca ayatnya lalu dilanjutkan dengan terjemahannya.” Aku mengikuti arahannya, kubaca Al Qur’an yang ia sodorkan padaku, yang terjemahannya berbunyi :

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.

Aku coba menyimak maksud dari ayat Al Qur’an yang baru saja aku baca, kupandang satu kalimat dalam terjemahan yang mana kalimat itu mungkin menjadi kunci dari jawaban pertanyaanku. Namun saat itu pemahamanku belum sampai untuk dapat menarik kesimpulan, apa maksud dari ayat yang kubaca. Ku tatap wajah mbak Sari dengan aura penuh kebingungan. Lalu kutanya, “Apa maksudnya mbak?”. Sekali lagi dia tersenyum, bukan karena ketidak pahamanku ia meleparkan senyum, melainkan karena kurasakan pancaran kasih dan sayang yang keluar dari matanya yang jernih dibalik sebuah kacamata. Kuberkata dalam hati, “Ya Allah bagaimana aku bisa merasakan kasih sayangnya, padahal kami baru bertemu, apakah ini bagian dari petunjuk-Mu padaku akan isyarat tepatnya langkahku?”. Lamunanku terpecah saat ia berdehem, “Ko’ ngelamun… mau dijawab ga’? “Mbak.. ngagetin, ya mau lah… dari tadi juga aku nungguin, mbak-nya malah senyum aja” “he.. he.. “ kami berdua tertawa.

Mbak Sari pun mulai menjelaskan padaku, mungkin tidak lengkap seperti apa yang ia jelaskan dengan yang aku tuliskan saat ini, seingatku ia menjelaskan, “ Inilah salah satu kelebihan Islam, saat Allah menaburkan hidayah-hidayah melalui beraneka jalan, lalu mahluknya menangkap serta merangkulnya, terselimutilah semua dalam kehangatan sebuah Ukhuwah (persaudaraan). Nah dalam ayat tadi disampaikan “berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah”, itu sebuah ilustrasi bagi semua yang berusaha kembali berpegang pada Islam. Seperti apa yang Lis lakukan saat ini. “Loh, aku kan Cuma daftar SDTNI aja…, apa hubunganya?” Lagi-lagi dia tersenyum sebelum menjelaskan padaku, aku bingung campur sedih, kenapa aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa, sebelum mbak Sari menjawab, aku selak dengan komentar, “Maafin aku mbak… kebanyakan nanya, aku begitu semangat mau belajar, semakin aku belajar semakin aku merasa bodoh, makanya aku nanya sama mbak…”, dia manjawab “Ko’ minta ma’af.. tidak ada yang perlu dimaafkan, semua masih pada batas kewajaran. Mbak Sari malah seneng ketemu peserta yang semangat seperti Lis.” Dia melanjutkan penjelasan sambil melukiskan senyum di wajahnya.

"SDTNI memang bukan hal yang luar biasa Lis.., namun bila Lis mengikuti proses SDTNI dengan baik, banyak hal luar biasa yang dapat Lis peroleh nanti. Nah salah satu diantaranya, nikmat Allah dalam wujud ukhuwah. Ukhuwah Islam bukan hanya sekedar ikatan karena pertalian darah, kekerabatan ataupun sekedar pertemanan biasa. karena apa? karena Allah yang mempersatukan hatimu, setelah sebelumnya mungkin tanpa kita sadari dengan bekal kejahiliyaan kita saling bermusuhan atau mungkin lebih tepatnya kita tidak saling peduli padahal kita sebenarnya bersaudara, saudara se Islam. Dalam menjalani kehidupan ini kita seperti berada pada jurang neraka, dan yang bisa menyelamatkan kita ya saudara seIslam di sekeliling kita, yang senantiasa menasihati kita dalam kebenaran dan kesabaran. Menyeru yang haq dan mencegah kita saat kita akan melakukan suatu kesalahan, baik disengaja maupun khilaf". Aku tercengang dengan pejelasan itu, Ya Allah... kemana saja aku selama ini, kenapa baru kali ini aku sadari. Inilah Islam yang aku cari. Walau sejak lahir aku jadikan label agama, tak kurasakan seperti hari ini. Hatiku benar-benar bergetar mendengar penjelasan mbak Sari. Bukan karena mbak Sari-nya, tapi pada apa yang ia jelaskan, yang dulu sedikitpun tak pernah jadi perhatianku.

“Hei.. ko’ ngelamun lagi, mikirn apa Lis? Atau masih bingung dengan penjelasan mbak tadi?”. Aku senyum dan tertawa kecil sendiri, kutatap wajah mbak Sari yang kebingungan melihat tingkahku. “He.. he.., bodohnya aku ya mbak…!”, “ Loh… ditanya apa, jawabnya apa, sambil ketawa gitu… kamu baik-baik aja kan Lis..?!” komentar mbak Sari keheranan melihat aksiku. Sebelum kujawab kucoba tuk tenangkan diri dengan mengambil nafas dan menghembuskannya secara perlahan, sambil kuberikan senyum puasku  kujawab segala kebingungannya “ Insya Allah aku baik-baik aja mbak, makasih ya…” kulihat mbak Sari mengkerutkan keningnya, “untuk..??” kujawab dengan spontan “ya… segala penjelasan mbak tadi. Juga atas sikap ramah, senyum manis dan keakraban ini”. “Sepertinya aku makin mantap dan mulai betah nih di RISKA, ngomong-ngomong… semua anak RISKA seperti mbak ga?” lagi-lagi mbak Sari tergeleng-geleng dengan pertanyaanku.

“Lis.. coba lihat pohon-pohon di taman, bagaimana jadinya bila semua pohon sama, baik jenis, besar, bentuk, warna dan semuanya. Apa jadinya Lis?” kupandang taman dan kupandang pula wajah mbak Sari lalu kujawab, “Jadi kebun, bukan taman lagi. Yang pasti ga’ seindah seperti sekarang”. “Nah.. begitupun manusia, Allah SWT menciptakan kita beraneka ragam. Dan saat keanekaragaman ini berkumpul hidup rukun, akan memperindah diri dan sekitarnya. Islam membawa nilai-nilai yang begitu mulia yang bila manusia menjadikannya landasan dalam menjalani hidup ini, seluruh penjuru bumi bisa hidup rukun dan damai. Karena apa? Karena Islam rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Apalagi Cuma lingkup RISKA yang sangat kecil ini. Keanekaragaman anggotanya membuat RISKA begitu indah, karena kami mencoba menjadikan Islam sebagai landasan hidup ini. Ya.. tentunya dengan aneka proses yang berbeda”. Gantian aku yang mengkerutkan kening, “Proses apa mbak..?!”. “Proses kedewasaan dalam memahami Islam ini, nanti Lis juga akan melewati proses demi proses tersebut”.

Sejujurnya aku masih binung, namun aku ga tega menyerbu mbak Sari dengan pertanyaan lagi, pastinya dia cape’ ngejawabnya. Aku berikan ia senyuman puas  . “Gimana… ada lagi yang mau ditanya? Ga mau nanya soal RISKA atau SDTNI nih..?”, aku menggeleng, “Engga’ mbak…! Saya percaya, RISKA lah yang selama ini saya cari”.

Ya.. inilah sekelumit kisah seorang riskader. Kesan pertama yang begitu menggoda, selanjutnya kisah tadi menjadi sebuah kenangan. Untuk Mbak Sari yang saat ini entah ada di mana. Terima kasih telah menjadi cermin pertamaku yang luar biasa. Beliau seorang mentor yang hebat, figurnya menghapuskan brand penilaian-ku yang negative untuk para “akhwat”, yang menurutku begitu eksklusive, suka merendahkan orang hanya dari penampilan dan merasa diri sok suci serta benar sendiri. Beliau mentor SDIS(SBM) yang begitu disegani dan dicintai. Walau diri ini tak pernah mendapatkan mentoring darinya, tapi nilai-nilai yang ia berikan dan contohkan lebih dari segala materi mentoring yang pernah kudapat. Dia juga yang menjadi salah satu motivasiku untuk memberanikan diri menjadi mentor. Walau sadar dari segi kelayakan, diri ini belumlah layak.

Tapi satu dari rangkaian cita-citaku, yang terbersit di salah satu obrolan lepasku ba’da dk perkuliahan dengan mentor berbeda, “mbak ko’ mau-mauan sih jadi mentor, emang dibayar berapa?” , dia lagi-lagi tersenyum dan sedikit tertawa, lalu dengan sabar menjelaskan, “banyak Lis, banyak banget. Mbak dibayar dengan rasa tenang dan damai dalam hati ini. Terus rasa bahagia dengan bertemu orang-orang seperti Lis, terus masih banyak lagi yang ga bisa disebutkan dengan kata-kata. Tapi yang paling utama adalah bayaran Allah di surga kelak, insya allah diizinkan bertemu dengan-Nya, amiinn”.

Baru saat itu kusadari, betapa mulianya hati para mentor ini, mereka tidak mencari tujuan yang sifatnya materiil, melainkan lillahi ta’ala. Dari situlah aku mulai berani bercita-cita, “Semoga kelak aku bisa menjadi mentor seperti mbak ya…, mungkin ga’ sih mbak.. orang sepertiku ini bias jadi mentor?”. “Ga ada yang ga’ mungkin Lis, apalagi untuk sebuah cita-cita yang baik seperti itu. Semoga suatu saat Lis bisa berada dalam barisan mentor RISKA ya…” Sambila tertawa ga percaya, aku jawab, “amiiinnn, he.. he… mimpi…kali ye..!!”

Semoga sekelumit kisah pendek ini bermanfaat bagi yang membaca dan juga dapat menambah timbangan pahala kelak di yaumil hisab untuk para mentor-mentor RISKA terdahulu-sekarang dan nanti, insya Allah perjuangan ini tak kan kenal henti. Kecuali dengan kematian dan takdir yang Allah SWT tetapkan, amiin.


Salam Hangat dari Menteng,


Pendaftaran Anggota Baru RISKA
Februari - Maret 2011
CP : Putra (089 997 646 26), Fajar (08 567 707 007)

Remaja Islam Sunda Kelapa - RISKA , remaja islam yang punya gaya
Sekretariat:
Jl. Taman Sunda Kelapa #16
Menteng, Jakarta Pusat 10310
telp. 021 3190 5839
fax. 021 3989 9710
email: remajaislamsundakelapa[at]gmail.com
website: www.riska.or.id
SMS Center : 0899 8947 348
YM ID : remajaislamsundakelapa2
Skype ID : remajaislamsundakelapa

ALLAH tidak akan mengubah nasib suatu kaum selama kaum itu tidak mau mengubah nasibnya sendiri....[QS Ar Ra'ad 13 : 11]

0 komentar: